Galian C Rusak Sungai Malus
LUBUKLINGGAU-Kondisi Sungai Malus yang ada di Kelurahan Petanang Ulu Kecamatan Lubuklinggau Utara I, memprihatinkan. Sebab, di lokasi tersebut berlangsung pengerukan material yang dilakukan oleh tiga perusahaan yang dimiliki oleh pengusaha terkemuka di Kota Lubuklinggau. Antara lain H Sada’ (PT Baniah), Arifin (PT Tamtama) dan YM. Diduga, lokasi penambangan yang dilakukan ketiga perusahaan itu telah menyalahi izin dan aturan yang telah ditetapkan.
“Menindaklanjuti hasil pertemuan yang dilakukan Komisi II DPRD Kota Lubuklinggau bersama Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Lubuklinggau, Jumat (1/10) lalu, akhirnya kami turun ke lapangan untuk melihat kondisi lapangan secara langsung. Dan ternyata, keadaan di lokasi sangat parah dan memang sangat mengkhawatirkan. Dimana, lingkungan menjadi rusak serta air sungai yang menjadi keruh akibat aktivitas tersebut,” ungkap Ketua Komisi II DPRD Kota Lubuklinggau, H Chaidir Syam, didampingi anggotanya, H Hermansyah Masyaris serta Rosmala Dewi, usai melakukan Sidak ke Sungai Malus, Sabtu (2/10).
Sesuai dengan fakta di lapangan, kata Rosmala, izin pertambangan daerah eksploitasi yang dikeluarkan Walikota Lubuklinggau itu ada hal-hal yang tidak diindahkan oleh pihak pengusaha. Dalam Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) itu, salah satu poinnya menyebutkan tidak boleh melebihi batas permukaan air tanah dalam melakukan penggalian. Kemudian, luas lokasi yang diizinkan sesuai dengan areal yang sudah disepakati.
“Untuk jarak batas tambang dengan badan sungai harus 16 meter. Jadi, lokasi pengerukan itu jaraknya harus 16 meter dari badan sungai. Sedangkan, pada kenyataannya di lapangan alat berat (eksavator, red) tersebut justru mengeruk material yang ada di sungai dan berdampak pada keruhnya air sungai. Dampak lain yang juga ditimbulkan lingkungan menjadi rusak, dan untuk itu mereka harus memperbaiki kerusakan akibat aktivitas tersebut,” kata Rosmala.
Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mencontohkan, akibat aktivitas tersebut jalan masyarakat setempat menjadi rusak. Untuk itu, Komisi II meminta kepada pihak perusahaan untuk memperbaiki jalan masyarakat. “Parahnya lagi, aktivitas mereka telah melakukan ekspansi ke tempat lain, dan ini telah merugikan pemerintah. Dari fakta-fakta ini, DPRD Kota Lubuklinggau harus mengambil sikap, apalagi mereka telah menyalahgunakan izin yang diberikan,” lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Lubuklinggau, Merismon mengatakan, proses penerbitan izin galian C harus mengacu kepada Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup. Serta Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang perizinan pertambangan yang ditindaklanjuti dengan surat edaran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3 tahun 2009 tanggal 30 Januari 2009.
“Menurut saya, diduga proses penerbitan izin tidak berdasarkan kajian yang mendalam baik dari sisi perencanaan, kajian dampak lingkungan, dampak terhadap infrastruktur jalan serta ketentuan yang mengikat kepada pengusaha untuk bertanggungjawab terhadap reklamasi lahan tambang dan perbaikan jalan. Fakta di lapangan menunjukan bahwa tarikan lalu lintas kendaraan tambang menyebabkan kerusakan infrastruktur jalan yang dibiayai oleh APBD. Aktivitas penambangan juga berdampak terhadap terbentuknya danau-danau kecil di lokasi penambangan serta dampak-dampak yang lainnya,” ungkap Merismon.
Salah seorang warga Ulu Malus, Fahrizal mengatakan, pihaknya menginginkan aktivitas galian C yang dilakukan ketiga perusahaan itu harus distop, karena telah meresahkan masyarakat. Diungkapkannya, warga sudah berkali-kali melakukan aksi di kelurahan, namun hingga kini tidak ada tindak lanjutnya sama sekali.
“Kami kecewa, sebab Ketua RT bahkan Lurah tidak pernah peduli dengan keadaan warga Ulu Malus. Padahal, kami sudah berkali-kali melakukan demo dan hingga kini tidak pernah ditanggapi. Yang kami inginkan saat ini jalan masyarakat harus diperbaiki. Karena aktivitas perusahaan yang telah melakukan penambangan merusak jalan kami, demikian juga dengan air sungai yang menjadi keruh. Dan kami minta, mobil batu tidak boleh lagi masuk ke daerah kami, apabila masih tetap dilakukan kami akan memortal jalan,” tegasnya.
Terpisah, Lurah Petanang Ulu, Juniarto mengatakan, pihaknya telah memberikan teguran baik secara lisan maupun tertulis kepada seluruh perusahaan penambang untuk tidak melakukan lagi aktivitas. Namun, pada kenyataannya sudah lima kali surat teguran dilayangkan para pengusaha tetap saja melakukan aktivitas.
“Pihak kelurahan sudah mematok batas izin untuk melakukan penambangan. Terakhir, kami melakukan pengecatan bersama unsur pimpinan dan Komisi III DPRD Kota Lubuklinggau yang melakukan Sidak, beberapa waktu lalu,” terang Juniarto.(07)