Suara Penolakan Mutasi Guru Terpecah
BATU URIP TABA- Suara penolakan kebijakan Walikota Lubuklinggau H Riduan Effendi memutasi ribuan guru di jajaran Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Lubuklinggau terpecah. Jika sebelumnya sejumlah guru mengaku menolak kebijakan tersebut, Minggu (26/6) sekelompok guru malah mendukung sepenuhnya kebijakan Walikota Lubuklinggau. Sekelompok guru yang pro mengaku setuju adanya mutasi dengan pertimbangan sebagai penyegaran setelah belasan tahun mengabdi di sekolah tempat asal mereka.
“Saya setuju dengan roling guru karena di sekolah itu terkadang ada ‘genk guru’ hingga terkesan tidak ada pemerataan bagi guru. Dari roling ini terealisasi pemerataan mata pelajaran di sebuah sekolah,” ujar Ar, salah seorang guru SMP Negeri di Kecamatan Lubuklinggau Selatan I, kepada koran ini, Minggu (26/6).
Ar mencontohkan di sekolahnya, lebih kurang ada delapan guru yang mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sementara di sekolah tersebut hanya ada tujuh kelas.
“Sehingga saya menilai sangat wajar dilakukan mutasi ke sekolah lain dengan banyaknya guru mata pelajaran ini,” papar Ar.
Menurut AR, mutasi dilakukan Walikota Lubuklinggau untuk kepentingan sertifikasi pelajaran minimal 24 jam per minggu. “Nah, jika jumlah guru banyak tentu agak susah untuk sertifikasi. Apabila jumlah gurunya sedikit memudahkan untuk jam mengajar hingga 24 jam,” ungkap Ar seraya mengaku telah enam tahun menjadi guru di daerah pelosok. Saat ini ia dipindahkan ke SMPN di Kecamatan Lubuklinggau Timur I yang letaknya tidak jauh dari rumah.
Pendapat lain diutarakan guru berinisial Ni, yang sebelumnya mengajar di salah satu SMPN di Kecamatan Lubuklinggau Timur II. Ia menilai mutasi merupakan penyegaran sekaligus untuk menghindari senioritas di sekolah.
“Kalau lama mengajar di sekolah itu ada guru senior yang agak berkuasa, dengan mutasi ini tentu membuat penyegaran serta menghilangkan objektifitas dari oknum guru yang mementingkan senioritas,” papar Ni berharap kebijakan roling ini tidak terlalu dipersoalkan.
Pendapat senada dilontarkan Rd, salah seorang guru dari kelompok pro mutasi. “Pada dasarnya saya tak masalah dengan roling, karena kita sebagai PNS itu abdi negara siap ditempatkan dimana saja saat bertugas dalam wilayah negara RI. Pernyataan ini diucapkan sewaktu kita disumpah dan diangkat menjadi PNS serta membuat surat pernyataan,” ungkap Rd, sudah belasan tahun mengajar baru sekarang diroling.
Dukungan terhadap mutasi juga muncul dari kalangan guru sekolah kejuruan di Kota Lubuklinggau. Menurut Nn, sebut saja guru sekolah kejuruan di Kecamatan Lubuklingau Timur I, ia sudah 22 tahun mengajar di sekolah tersebut, dan dengan adanya roling disambut gembira.
“Dengan roling ini membuat citra yang baru bagi para guru untuk mengajar. Soal tempat tentu tidak masalah bagi saya meski tinggal agak jauh dari sekolah tempat saya mengajar,” imbuhnya.
Sementara itu, sekelompok guru yang kontra terhadap mutasi hari ini (Senin, 27/6) berencana akan menggelar aksi damai di Gedung DPRD dan Disdik Kota Lubuklinggau. Aksi ini akan dilakukan setelah guru melakukan pengawasan ujian Penerimaan Siswa-Siswi Baru (PSB), sekitar pukul 10.00 WIB. “Langkah kedua kami akan PTUN kan SK roling guru ke pengadilan melalui kejaksaan negeri. Langkah selanjutnya kami akan kembali menggelar demo ke Kantor Walikota pada 11 Juli mendatang dengan tidak ada proses kegiatan belajar mengajar,” jelas As, salah seorang guru kepada koran ini.
Kebijakan roling guru di juga mendapatkan perhatian dari tokoh pergerakan Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Mura, A Sumardoyono. Ia menilai mutasi guru merupakan program pemerintah, di mana para PNS sudah membuat pernyataan jika mereka siap ditempatkan di wilayah Indonesia.
“Para PNS itu harus komitmen dengan kesepakatan yang sudah dibuat. Apabila menolak mutasi karena sekolah tempat mereka mengajar cukup jauh dari rumah, itu alasan tidak logis karena mereka ditempatkan di wilayah dalam Kota Lubuklinggau,” imbuh A Sumardoyono, kemarin.
Ia menambahkan roling di jajaran Disdik Lubuklinggau ini beda dengan mutasi di lingkungan Disdik Kabupaten Mura. “Bayangkan di Kabupaten Mura jika ada mutasi guru tidak ribut tetapi di Kota Lubuklinggau mempersoalkannya,” sindir Amri.
(01)